Fadlyrahman’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

JALAN-JALAN KE RANAH MINANG

Pada libur akhir tahun 2017 kali ini jalan-jalan ke Ranah Minang. Pada mulanya berencana berangkat pada tanggal 03 Februari 2019, dicoba Tarik mundur berangkat pada tanggal 31 Desember 2017. Namana rejeki walau ada tambahan biaya, tiket bias dipercepat keberangkatannya jadi tanggal 31 Desember 2017.

Tiba di Bandara Minangkabau Interantional dari Bandara Soekarno Hatta pada pukul 11:00 wib langsung menuju kota Padang. Kebetulan sampai kota Padang sudah mulai masuk sholat Dzuhur. Mampir sebentar ke Masjid Raya Sumatera Barat yang baru dibangun dan masih ada perbaikan disana sini.

Terakhir ke kota padang 5 tahun yang lalu, bangunan masjid ini masih belum selesai. Masjid yang sekarang menjadi icon Sumatera Barat ini mempunyai bentuk bangunan khas Minangkabau dengan coraknya. Bangunannya yang sedikit seperti begonjong kelihatan eksotis.

Dihalaman masjid, ada beberapa pedagang yang menjajakan makanan khas minang diantaranya Salalauk, Kepiting Goreng, sate udang dan lainnya. Pilihan makanan yang dbeli adalah salalauk dan kepiting goreng yang menemani perjalanan kami ke kota Pariaman setelah meletakkan tas terlebih dahulu di penginapan.

Dan tiba di pariaman siang menjelang sore. Kegiatan disana tidak banyak selain untuk silaturahim dengan sanak saudara dan ziarah ke kuburan orang tua istri. Dan yang juga tidak kalah penting adalah mencari makanan ringan khas Pariaman untuk dibawah ke Jakarta.

Sedikit cerita tentang Pariaman. Selain kota yang dikenal tabuiknya juga dikenal dengan pantai yang indah. Apabila ingin menikmati gulai kepala ikan enak, bisa menikmati di warung yang ada sepanjang pantai kata.

===================

Hari kedua 1 Januari 2018, pagi-pagi setelah sarapan berangkat menuju bukit tinggi. Sebenarnya mau berangkat sehari sebelumnya ke bukit tinggi namun ada saran besoknya berhubung malam tahun baru bukit tinggi akan ramai begitu juga jalan menuju bukit tinggi akan macet parah. Saran tersebut kami turutkan dan baru berangkat tanggal 1 Januari pagi.

Perjalanan dari Padang menuju bukit tinggi melewati air terjun lembah anai yang posisinya dipinggir jalan raya padang bukit tinggi. Banyak pengendara yang meminggirkan kendaraannya untuk menikmati air terjun. Di pinggir air terjun banyak pengunjung yang berphoto untuk tidak kehilangan momen tersebut.

Kami memang sengaja tidak mampir di lembah anai karena jam 12 siang sudah harus sampai bukit tinggi. Informasinya keluarga yang di bukit tinggi sudah menunggu dan sengaja masak makanan khas ranah minang untuk menyambut kedatangan kami.

Perjalanan mulai tersendat di padang panjang. Kemacetan jalan menuju bukit tinggi mau tak mau harus dinikmati. Sekali sekali memotret rumah gadang yang kami lewati sepanjang jalan padang panjang. Dan tiba di bukit tinggi jam 2 siang.

Rasa lapar dan lelah terobati setelah menikmati hidangan dan mengobrol melepas rindu dengan keluarga bukit tinggi.

Saya sudah dua kali ke bukit tinggi. Keduanya dengan istri saya Afifah Dewi. Dan keduanya menginap dirumah abang ipar saya Bang Abrar. Tahun ini adalah tahun istimewa, ke bukit tinggi sudah bertiga dengan si cantik Hana.

Hana sangat menikmati suasana bukit tinggi, apalagi pada saat menjelang malam hari setelah ketibaan, kami mengunjungi jam gadang. Cahaya lampu jam gadang yang berubah-rubah warna menarik hati Hana. Apalagi di sekitar jam gadang banyak bendi yang terpakir bersama kuda-kudanya.

Tidak jauh dari situ, persisnya didepan jam gadang terlihat sebuah bagunan yang bekas terbakar. Belum berapa lama, pasar atas bukit tinggi terbakar. Untuk sekian kalinya pasar ini terbakar. Biasanya pasar ini menjual beragam pakaian hasil karya pengrajin ranah minang.

===================

Hari kedua di bukit tinggi. Pagi-pagi sudah berjalan kaki. Niatnya olahraga pagi berjalan kaki di sekitaran lingkungan rumah bang Ab tempat kami menginap. Olahraga sambil menikmati suasana pagi Bukit tinggi. Terkadang langkah berhenti ambil photo beberapa bangunan lama yang masih terawat. Bangunannya tidak hanya perkantoran saja, ada juga rumah tinggal yang masih menampilkan bangunan gaya lama.

Langkah juga terhenti saat melihat tulisan yang menunjukan ada sebuah taman disana. Tulisannya cukup besar, yang menandakan taman tersebut ada yang menarik yang harus dikunjungi.

Namanya Taman Ngarai Maaram. Tamannya bersih, ada tempat bermain anak dan tempat duduk untuk orang beristirahat. Pagi itu hanya mendapatkan satu orang tua yang sedang berolahraga pagi, seorang ibu dengan dua orang anaknya yang sedang bermain dan petugas kebersihan taman yang sedang menyapu dedaunan yang jatuh di tanah.

Paling menarik adalah Panorama belakang taman yang masih diselimuti kabut namun terlihat indah. Ada jembatan kecil diujung taman untuk pengunjung bisa menikmati panorama alam Ngarai. Setelah puas menikmati pemandangan indah bukit tinggi dari belakang Taman Ngarai Maaram, saatnya bali ke rumah.

Rencananya mau ikut antar kak Vira kembali ke Pesantren. Berhubung masa libur anak sekolah di Bukit tinggi dan sekitarnya sudah selesai. Kak Vira belajar di Pondok Pesantren Muallimin Kamang Magek.

Berangkat pagi menjelang siang. Pesantren yang lingkungannya dikelilingi Bukit barisan dan hamparan sawah-sawah yang tanaman padinya sedang tumbuh dan belum siap panen, melengkapi ketenangan disekitarnya. Melihat kerbau yang mandi dikubangan juga menjadi hiburan tersendiri. Burung-burung terbang disekitarnya dan terkadang sekali-sekali hinggap dipundak kerbau-kerbau yang sedang asik berendam.

Tidak jauh dari sana juga terdapat tugu memperingati perang Kamang. Perang yang berawal dari penolakan masyarakat kamang terhadap peraturan pungutan pajak oleh pemerintah Hindia Belanda membuat Kamang bergolak.

===================

Dari Kamang menuju Nagari Koto Gadang. Sebelum berangkat ke Minangkabau, memang sudah ada niatan untuk mengunjungi Nagari ini. Nagari yang melahirkan tokoh-tokoh besar ini sangat menarik hati. Apalagi banyak buku sejarah yang menceritakan Nagari ini. Sebelum ke Nagari Koto Gadang, mampir sebentar di Ngarai. Sebelumnya hanya melihat ngarai dari atas panorama atau pintu utama lubang jepang.

Kami tidak lama ditempat ini dan melanjutkan perjalanan ke Nagari Koto Gadang. Jalan  yang berkelok melewati rimbunan perpohonan dan mendaki. Sekali sekali supir yang membawa kami membunyikan klakson ketika jalan belok kekiri maupun ke kanan untuk mengingatkan kendaraan yang didepan begitu juga sebaliknya.

Sampai di nagari Sianok di sambut dengan bangunan Indah Masjid Jamik Sianok dan rumah-rumah panggung bergaya lama. Semua itu menandakan bahwa kami sebentar lagi memasuki Nagari Koto Gadang. Dan memang benar tidak beberapa lama bangunan bersejarah rumah Kerajinan Amai Setia yang didirikan Rohana Kudus berdiri persis dipinggir jalan. Kami berhenti sesaat, tapi sayang Rumah tersebut sedang tutup.

Mobil kembali berjalan perlahan-lahan. Sambil menikmati suasana asri Nagari Koto Gadang yang dikelilingi Bukit barisan dan hamparan sawah sawah. Dari tempat yang saya kunjungi di Ranah Minang, Dua suasana perbukitan dan hamparan sawah selalu ada. Ranah minang dianugerah Allah Swt diberi alam yang indah. Ranah Minang punya pantai yang panjang dan punya wilayah indah yang dikelilingi perbukitan. Apabila ke Ranah Minang, suasana keduanya bisa dapat.

Mobil terhenti didepan tugu tulisan Nagari Koto Gadang. Persis di depa tugu terdapat bangunan begonjong. Bangunan yang dipergunakan sebagai Balai Adat Nagari Koto Gadang. Bangunan berciri khas Minangkabau itu diresmikan oleh Yahya Datuk Kayo yang merupakan salah satu tokoh besar Koto Gadang yang pernah menjadi anggota dewan atau Volksraadsh pada zaman Hindia Belanda dulu.

Rasa keingintahuan nagari ini dengan bertanya ke beberapa orang disana rumah tokoh besar lainnya, rumah Haji Agus Salim Diplomat Ulung Republik Indonesia. Termasuk salah satunya bertanya dengan penjual sate yang berdagang disitu. Beliau mengatakan  Rumah pahlawan besar itu tidak jauh dari sana, bisa berjalan kaki.

Dari tugu kami berdiri, berjalan lurus beberapa meter lalu ketemu pertigaan belok kiri. Ketemu rumah gadang yang disebelahnya ada rumah besar bergaya lama. Rumahnya terawatt baik. Di rumah itu lahir Haji Agus Salim. Keluar seorang perempuan muda dari rumah gadang dan bertanya kepada kami, apakah mau berkunjung ke rumah agus salim. Kami bilang iya. Dia masuk dan tidak lama kemudian kembali keluar dengan membawa anaknya  lalu turun dari rumah gadang menuju rumah agus salim. Lalu membuka pintu dan mempersilahkan kami masuk.

Masuk ke dalam ruangan membayangkan tokoh besar itu saat berada rumah ini. Banyak potret-potret agus salim dan keluarganya terpampang di dinding rumah. Beberapa perkakas rumah terlihat masih terawat walau sudah terlihat kuno. Walau tidak begitu lama kami di rumah itu namun meninggal kesan tersendiri. Siapa pun yang ingin melihat dan masuk rumah ini, keluarga agus salim dipersilahkan dengan tangan terbuka tanpa ada pamrih. Mereka mengetahui bahwa Haji Agus Salim adalah salah satu tokoh yang banyak pengagumnya.

===================

Hari ketiga di bukit tinggi. Melihat Istana Bung Hatta dari dekat yang tidak jauh dari Jam Gadang. Istana yang digunakan oleh wakil presiden Bung Hatta saat masa-masa agresi militer belanda ke Indonesia dan juga digunakan sebagai basis Pemerintah Darurat Republik Indonesia.

Didepan istana terdapat Taman Monumen Bung Hatta. Ada beberapa petuah sang proklamator yang dituang pada beberapa prasasti. Bunga-bunga yang sedang mekar mempercantik taman. Istana yang berada dibelakangnya tertutup rapat, tidak boleh masuk kecuali pegawai istana. Bangunan istana hanya bisa diphoto melalui gerbang kecil sebelah kiri.

Kalau berbicara tentang Bung Hatta, tidak elok rasanya tidak mengunjungi rumah kelahiran beliau. Rumah yang terletak di jalan Soekarno Hatta itu tidak jauh dari Istana bung Hatta. Berjalan kaki melewati taman Jam Gadang lalu melewati Pasar Atas.

Berhubung masih di lingkungan pasar atas dan waktu juga sudah mulai menjelang siang. Lebih enak makan siang dulu sebelum ke rumah Bung Hatta. Kalau tidak makan nasi kapau rasanya belum syah. Dipasar atas terdapat tempat khusus makan nasi kapau. Setelah menyantap nasi kapau di Los Lambuang Pasar Lereng dengan lauk ayam sambal lado, kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah kelahiran bung hatta.

Hanya berjalan kaki dari pasar atas tiba di rumah kelahiran bung hatta. Rumah dengan gaya lama itu terlihat terawat baik. Banyak pengunjung yang mendatangi rumah tersebut. Rumah yang sudah dialihkan sebagai museum tersebut yang didalammnya terdapat benda-benda peninggalan keluarga besar bung hatta. Tampak potret bung hatta yang sedang tersenyum menyambut tamu, terdapat pula photo keluarga bung hatta lainnya.

Belakang rumah bung hatta juga tidak kalah menariknya. Ciri khas belakang rumah zaman dahulu, terdapat kamar pembantu, dapur, kamar mandi serta kandang kuda dan bendi. Ruang makan keluarga yang dilengkapi alat-alat makan keluarga besar tersebut. Dari ruang makan kita bias naik ke lantai 2 rumah bung hatta.

Mobil jemputan datang untuk melanjutkan melancong di Ranah Minang. Tujuannya ke Lembah Harau di kabupaten Lima Puluh Koto. Perjalanan dari Bukit Tinggi memakan waktu 1,5 jam dengan melewati kota Payakumbuh. Dan tidak berapa lama kemudian kami tiba di Lembah Harau yang disambut hamparan sawah dan perbukitan batu granit yang indah. Rasanya tidak mau melepas pemandangan indah itu. Dilengkapi dengan air terjun yang jatuh di beberapa sudut perbukitan batu granit semakin eksotis tempat ini.

Panorama indah itu semakin indah terlihat rumah gadang khas minangkabau tampak berdiri, yang menandakan bahwa panorama yang kami nikmati saat ini ada di ranah minang.

Salah satu air terjun kami kunjungi. Rencana awal mau mandi di salah satu kolam air terjun ini, tapi air yang terasa dingin menunda keinginan tersebut. Ingin rasanya tinggal lebih lama ditempat ini. Namun apa daya untuk kunjungan kali ini kami mengurungkan niat itu, berhubung kamis siang kami harus kembali ke Padang.

===================

Pagi-pagi sudah jalan ke Benteng Fort de Kock. Masih ada waktu untuk jalan-jalan sebelum berangkat ke Padang. Letak benteng Fort de Kock tidak jauh dari tempat kami menginap. Tiba di Gerbang Benteng disambut suara burung. Ada banyak burung disitu. Sepertinya benteng ini juga berfungsi sebagai taman atau kebun binatang khusus burung.

Benteng yang dilengkapi dengan meriam-meriam mengelilingi bangunan benteng. Ada meriam berukuran besar dan ada juga yang kecil. Dibeberapa sudut juga disediakan pondok-pondok. Jalan setapak juga mengelilingi taman yang berfungsi untuk memudahkan pengunjung berjalan menikmati suasana benteng.

Benteng yang terhubung dengan kebun binatang Bukit Tinggi yang dihubungi jembatan untuk menuju ke sana. Menyebrangi jembatan menuju Kebun Binatang Bukit Tinggi setelah menikmati suasana asri benteng Fort de Kock.

Atap Gonjong Rumah gadang yang berada di kebun binatang tampak gagah menyambut pengunjung. Bangunan yang berfungsi sebagai museum berisikan benda-benda bersejarang Minangkabau. Suasana Kebun binatang Bukit Tinggi yang kami kunjungi saat ini berbeda dengan sebelumnya kami kunjungi. Ada beberapa perubahan terutama kolam yang berada ditengah kebun binatang atau persis depan Museum. Sepertinya sengaja dibuat untuk memanjakan pengunjung yang ingin berphoto dengan latar yang beragam.

Atraksi beri makan burung merpati juga sesuatu hal yang baru. Ada penjual jagung khusus makanan burung merpati disitu. Beberapa sudut juga disediakan bangku gantung. Kebun binatang yang penghuninya terlengkap di pulau sumatera ini memang sudah berbeda dari beberapa tahun yang lalu kami kunjungi.

===================

Perjalanan ke Padang tidak melalui Lubuk Alung, kali ini melalui Solok, dari Padang Panjang belok kekanan. Beberapa saat melewati panjang panjang, terlihat Petunjuk jalan arah Batusangkar. Kira-kira sempatka mampir batusangkar. Ingin melihat Istana Pagaruyung yang terakhir kita kunjungi beberapa bulan sebelum terbakar. Rasanya waktu tidak cukup karena harus mampir ke beberapa tempat di Solok dan rencana tiba di Padang tidak terlalu malam.

Pertama dikunjungi Danau Singkarak yang merupakan icon lomba balap sepeda tour de singkarak yang terkenal itu. Danau indah yang dilatarbelakangi bukit barisan  Banyak pengunjung menikmati suasananya sambil minum kopi dan makanan mirip remis kecil yang disebut sensi. Bisa juga menikmatinya dengan makan sate padang dan sala lauk yang tersedia untuk dipesan. Hanya 1 jam kami dipinggir danau singkarak. Berhubung ada rumah keluarga yang mau di kunjungi. Solok yang dikenal dengan berasnya merupakan kota yang masih mempertahankan rumah begonjongnya. Sepanjang jalan kami lewati, terdapat rumah bagonjong yang terawat dan selalu tampak baru.

Hanya beberapa jam kami di solok. Melanjutkan perjalanan ke padang. Melewati perbukitan yang dikeliling hutan. Tiba di sitinjau laut malam menjelang isya. Tampak pemandangan kota padang dari sintijau laut dengan lampu lampu menerangi kota. (FR)

Fadly Rahman

Jakarta,10 Januari 2018

 

Mei 7, 2018 Posted by | Surat Pembaca dan Artikel | Tinggalkan komentar